Sudah jatuh tertimpa tangga. Mungkin itu yang dialami pasangan Rudianto Simanjorang dan Henny Silalahi. Setelah ditinggal buah hatinya, Debora, yang baru berusia empat bulan, pasangan ini masih disalahkan sebagai penyebab meninggalnya Debora.
Debora meninggal 3 September lalu di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Jakarta Barat. Media memberitakan rumah sakit itu menolak merawat Debora karena tidak memiliki cukup uang. Namun, pihak rumah sakit menyalahkan keluarga yang dianggap menolak anaknya di ruang gawat darurat rumah sakit itu. Orang tua Debora menyebut rumah sakit membela diri dan menggiring opini publik bahwa yang salah adalah orang tua Debora.
Belakangan, diketahui kalau rumah sakit itu ternyata tidak bermitra dengan BPJS Kesehatan. Alhasil mereka tidak mau melayani Debora yang adalah peserta BPJS Kesehatan. Dari penelusuran Dinas Kesehatan Jakarta, rumah sakit justru menyarankan orang tua Debora agar mencari sendiri rumah sakit yang bermitra dengan layanan BPJS Kesehatan. Di titik ini, Kementerian Kesehatan harus segera menyelesaikan investigasi mengenai dugaan kelalaian pelayanan kesehatan di rumah sakit swasta tersebut. Tentu investigasi yang benar-benar berimbang dan berorientasi pada perlindungan konsumen.
Kasus Debora sekaligus membuka fakta kalau ada banyak rumah sakit swasta yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Di Jakarta saja, dari 189 rumah sakit swasta, setengah lebih belum melayani BPJS Kesehatan. Artinya, sangat mungkin kasus Debora terulang dan menimpa keluarga lain.
Rumah sakit swasta memang umumnya bersifat komersial. Namun, mereka tetap harus tunduk pada Undang-undang tentang Rumah Sakit yang mewajibkan setiap rumah sakit untuk mengutamakan pasien gawat darurat di atas masalah administrasi keuangan. Di situlah fungsi sosial membedakan rumah sakit dengan perseroan terbatas lainnya. Aturan ini untuk mencegah rumah sakit hanya berorientasi mencari untung saja.